Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengajak seluruh pihak memikirkan dampak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Revisi itu dikhawatirkan membuat TNI menjadi tentara pretorian.
"Yang artinya sangat intrusif atau bisa mengawasi seluruh masyarakat apapun aktivitasnya," kata Wahyudi dalam diskusi virtual, Minggu (21/5/2023).
Wahyudi menangkap sinyal upaya membangun TNI sebagai tentara pretorian. Hal itu terlihat dalam rancangan revisi UU TNI.
"Di mana ada sejumlah argumentasi dalam pendekatan pretorianisme modern, salah satunya pelemahan kekuatan eksekutif atau pemerintah atau sipil," ujar dia.
Menurut Wahyudi, semangat pretorianisme bisa membawa dampak buruk. Salah satunya muncul kekuatan autokrasi yang identik dengan era orde baru.
"Hal lainnya, muncul peluang kekuatan oligarki militer sehingga kekuasaan didominasi segelintir elite militer seperti yang terjadi di Myanmar saat ini," papar dia.
Sebelumnya, Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) juga mengungkap sejumlah pasal yang berpotensi bermasalah dalam draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal itu terkait penempatan perwira TNI di kementerian/lembaga hingga masa jabatan personel.
"Ada pasal karet yang semestinya tidak boleh ada," kata Pengamat Militer ISESS Khairul Fahmi dalam diskusi virtual Crosscheck Medcom.id bertajuk ‘Awas Belok Arah Reformasi di Revisi UU TNI,’ Minggu (7/5/2023).
Khairul mencontohkan Pasal 47 ayat (1) dalam draf revisi UU TNI. Draf itu mengatur prajurit TNI yang ditempatkan di kementerian/lembaga harus pensiun atau mundur.
Anehnya, kata Khairul, hal itu kontradiktif dengan Pasal 47 ayat (2) huruf s. Pasal itu menyebut soal 18 kementerian/lembaga yang bisa diisi prajurit aktif. Jumlah kementerian/lembaga itu juga bertambah dari 10 dalam UU TNI saat ini.
Khairul menyebut potensi masalah lainnya soal operasi militer selain perang (OMSP) TNI. Jumlah OMSP dalam draf revisi UU TNI bertambah dari 14. Salah satu tambahannya soal membantu presiden dalam rangka pembangunan nasional.
Selain itu, Khairul menyoroti masa aktif prajurit TNI yang harus pensiun di usia 58 tahun. Namun draf revisi UU TNI ada klausul bisa diperpanjang sampai 60 tahun.
"Kaitannya dengan kemampuan dan kompetensi khusus misalnya pimpinan tinggi pratama dan madya. Artinya (TNI) bintang satu, dua, dan tiga boleh pensiun di usia 60," jelas dia.