Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menilai pertemuan yang dilakukan oleh partai-partai politik saat ini merupakan akibat kurangnya perbedaan ideologis pada sistem partai yang ada di Indonesia.
"Saya melihat ini sebagai sebuah akibat ketimbang sebab. Akibat dari dua hal yang pertama sistem kepartaian kita yang kurang dibumbui oleh perbedaan ideologis. Jadi studi saya ada 9 variabel ideologis, hanya satu yang membedakan satu partai dengan partai lain yaitu soal isu agama, nah yang lain kurang lebih mirip," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi dalam program Kontroversi, Kamis (4/5/2023).
Menurut Burhanuddin, kurangnya perbedaan ideologis tersebut bahwa insentif untuk membentuk koalisi tidak didasarkan pada perubahan atau perbedaan ideologism tapi kepada capres dan cawapresnya.
"Itulah insentif koalisi paling besar. Oleh karena itu, interaksi antar partai itu lebih diwarnai oleh sentimen office-seeking atau non ideologis. Jadi mana yang paling memberi insentif untuk menempatkan kader atau tokohnya sebagai capres dan cawapres, itu lah yang membuat pergerakan koalisi antar partai akan terjadi," tambah Burhanuddin.
Burhanuddin juga menilai pertemuan yang dilakukan oleh partai-partai politik saat ini akibat presidential threshold. Akhirnya, partai-partai terpaksa membangun koalisi terutama untuk memenuhi ambang batas presidential threshold yang tinggi.
"Terjadilah kawin paksa politik yang pada dasarnya itu tidak ada chemistry, tapi lebih kepada upaya untuk menyodorkan tokoh atau elitnya sebagai capres atau cawapres," tutup Burhanuddin.