Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pasir dan pulau-pulau kecil.
Perkara ini diajukan oleh PT. Gema Kreasi Perdana. Agenda sidang adalah koreksi permohonan dari hakim konstitusi mengenai perbaikan pemohon.
Terdapat bebetapa hal utama mengenai permohonan yang diajukan oleh PT. Gema Kreasi Perdana. Pertama, terkait hal substansi yaitu identitas dari pemohon.
" Mengenai identitas pemohon, yakni PT. Gema Kreasi Perdana adalah suatu perseroan terbatas yang dijadikan berdasar hukum Negara RI berkedudukan di Jakarta sebagaimana termaktub dalam akta pendirian perseroa, " Kata Kuasa Hukum PT Gema Kreasi Perdana, Feri Wirsamulia, Selasa (9/5/2023).
Kedua, adalah merubah penyertaan dalil permohonan dan perubahan petitum permohonan. Koreksi dari argumennya utamannya adalah Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 281 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
“Dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan huku m mengikat sepanjang dimaknai sebagai larangan terhadap kegiatan lain selain yang diprioritaskan, termasuk larangan kegiatan pertambangan berikut sarana dan prasarananya,” kata Feri.
Permohonan terhadap perubahan pasal-pasal tersebut merupakan langkah yang ditempuh dari PT. Gema Kreasi Perdana, yang dianggap melanggar Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU 1/2014, terkait kegiatan usaha pertambangan di wilayah yang tergolong Pulau Kecil.
Dalam proses hukum yang berlangsung, Mahkamah Agung menilai kriteria larangan dari pasal tersebut bersifat absolut, dan PT. Gema Kreasi Perdana dianggap melanggar.
Sedangkan, PT. Gema Kreasi Perdana menyatakan telah mengantongi izin dari pihak yang berwenang untuk melakukan penambangan nikel di wilayah tersebut.
Pihak pemohon juga menyampaikan terkait Ijin Usaha Pertambangan miliknya juga mengalami sejumlag perubahan. Mulanya Ijin berupa Kuasa Pertambangan Nomor 26 Tahun 2007, yang diterbitkan sebelum berlakunya ketentuan UU 27/2007.
Pemohon juga berpendapat jika pasal yang dilanggar bersifat absolut, maka perusahaan-perusahaan lain yang melakukan praktik yang sama harus diadili tanpa syarat.
Catatan utama pemohon adalah Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 35 huruf (k) UU 1/2014 dinilai sebagai pelanggaran mutlak, maka seluruh tata ruang terhadap Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diatur oleh Peraturan Daerah akan melanggar pasal pasal yang berlaku, sehingga harus diubah menjadi kajian pasal yang lebih relevan dan tidak bertabrakan secara hukum.